![]() |
Gambar 1. Peta Lokasi Danau Kelimutu. |
Adapun
yang dimaksud dengan Danau Kelimutu adalah tiga serangkai
danau yang terletak dekat puncak Gunung Kelimutu di Pulau Flores. Danau
ini berada di Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Ketiga danau ini dijuluki pula Danau Tiga Warna karena
mempunyai warna yang berbeda - beda, yang masing - masing dapat
berubah warna dari waktu ke waktu. Ketiga danau itu
adalah:1)Tiwu Ata Polo , 2) Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai, dan 3) Tiwu
Ata Mbupu. Danau ini berjarak sekitar 54 km dari kota Ende.
Danau
Kelimutu termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kelimutu yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No.679/Kpts-II/1997, tanggal 10 Oktober 1997, yang
luas wilayahnya sekitar 5.356,50 ha. Topografi taman nasional ini bervariasi
mulai dari bergelombang ringan sampai berat, berbukit – bukit sampai bergunung-gunung
dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat terjal dan curam. Secara umum, ketinggian kawasan
Taman Nasional Kelimutu berkisar antara 1.500 - 1.731 mdpl (m di atas permukaan laut). Gunung
Kelimutu termasuk gunung api tipe stratovolcano yang berbentuk kerucut, dengan
puncak 1.639 m di atas permukaan laut, terakhir kali erupsi pada tahun 1968.
Gambar 2. Gunung Kelimutu dengan latar depan Danau Tiga Warna:1) Tiwu Ata Polo; 2) Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai; 3) Tiwu Ata Mbupu.
Danau Kelimutu
yang terletak di lereng gunung ini berada pada ketinggian yang berkisar
1.354 –1.394 mdpl (meter di atas permukaan laut), tergolong dalam danau kawah (crater
lake) yang merupakan hasil dari aktivitas
vulkanik. Istilah “Kelimutu” itu sendiri berasal dari bahasa penduduk setempat,
“keli” bermakna gunung api, dan “mutu” bermakna mendidih. Istilah
ini menunjukkan bahwa Gunung Kelimutu dipercaya oleh masyarakat setempat mempunyai
kekuatan magis yang dahsyat.
Danau
Kelimutu pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh van uchtelen pada tahun 1915
yang menyebutkan terdapatnya tiga danau di Gunung kelimutu yang berbeda warna airnya:
merah, putih, dan biru. Semula laporan itu diragukan, karena bagaimana bisa
seperti warna bendera
Belanda, benderanya rezim pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa saat itu. Namun
perlahan keberadaan danau ini makin diakui,
dan semakin populer setelah seorang pelukis Belanda, Y. Bouman, mengangkatnya
dalam lukisannya yang mengagumkan di tahun 1929. Sejak kala itu Danau Kelimutu
menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi, bukan hanya bagi para pencinta
keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka
dan mempesona itu.
Masyarakat
setempat menamai ketiga Danau Kelimutu itu dengan nama- nama yang dikaitkan
dengan kepercayaan magis yang terkait dengan danau itu. Danau “Tiwu Ato Polo” merupakan
tempat berkumpulnya arwah orang yang telah meninggal yang selama hidupnya selalu
melakukan kejahatan. Danau “Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai” merupakan tempat berkumpulya
arwah muda-mudi yang telah meninggal, sedangkan Danau “Tiwu Ata Mbupu” dipercaya
merupakan tempat berkumpulnya arwah orang tua yang telah meninggal. Ketiga danau
itu mempunyai warna yang berbeda, tetapi warna danau – danau itu tidak selalu tetap,
karena masing-masing dapat berubah seiring perjalanan waktu.
Danau yang
paling dalam adalah Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai yakni 127 m, berdampingan dengannya
adalah Tiwu Ato Polo dengan kedalaman 64 m. Kedua danau ini terpisah oleh sekat
yang sangat tipis dengan dinding setinggi 50-75 m dengan lereng dengan kemiringan
sekitar 70 derajat. Meskipun demikian kedua danau ini mempunyai karkateristik hidrotermal
dan geokimia yang berbeda tercermin pula dari warna airnya yang berbeda. Tipisnya
sekat antara kedua danau ini menimbulkan kekhawatiran pada beberapa kalangan ilmuwan
akan kemungkinan runtuhnya dinding pemisah itu bila terjadi gempa yang kuat,
yang bisa berakibat bercampurnya air dari kedua danau itu. Danau yang ketiga,
Tiwo Ata Mbupu
mempunyai kedalaman 67 m.
Perubahan
warna Danau Kelimutu memang masih menyisakan misteri yang belum sepenuhnya
terungkap secara ilmiah. Tetapi bagi masyarakat adat suku Lio yang bermukim di sekitar
Danau Kelimutu, perubahan warna itu mempunyai makna magis yang dipercaya memberi
pertanda akan terjadinya suatu peristiwa penting, misalnya akan terjadi bencana seperti
perang, kekekeringan, kelaparan, gempa, wabah penyakit. Terkait dengan
kepercayaan itu maka masyarakat adat suku Lio pada saat - saat tertentu melakukan
ritual adat berupa persembahan sesajian untuk arwah-arwah penghuni danau yang
dipandang sakral itu. Upacara adat mempersembahkan sesajian itu disebut upacara
Pati Ka Du’a Batu Ata Mata. Belakangan ini acara ritual itu sudah dikemas untuk
dapat pula menjadi atraksi wisata.
![]() |
Gambar 3. Upacara Pati Ka Du’a Batu Ata Mata oleh masyarakat adat suku
Lio untuk mempersembahkan sesajian bagi para arwah penunggu Danau Kelimutu.
|
Kunjungan
wisata ke Danau Kelimutu memang menjadi salah satu andalan dalam kepariwisataan
di kawasan ini. Dengan makin meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara dan
mancanegara, maka potensi dampak lingkungannya pun meningkat. Salah satu
masalah adalah sampah dari pengunjung dan pedagang asongan yang belum terkelola
dengan baik. Namun di
samping itu, ada pula nilai positif di masyarakat lokal yang bisa ikut menyelamatkan
kawasan taman nasional ini. Di sana ada hukum adat yang melarang jual beli
tanah di sekitar taman
nasional. Bila dilanggengkan, kearifan lokal (local wisdom) itu bisa
membantu mencegah perubahan peruntukan lahan untuk menjadi bangunan komersial
seperti hotel dan resor. Dengan kata lain, kearifan itu dapat membantu
menyelamatkan danau.
Gambar 4. Tumbuhan endemik Taman Nasional Kelimutu. Kiri: Ota Unga (Begonia kelimutuensis). Kanan: Turuwara (Rhododendron renschianum).
Danau
Kelimutu bukan satu - satunya objek menarik di Taman Nasional Kelimutu. Flora di
kawasan Nasional Kelimutu, terdapat sekitar 100 spesies, dua diantaranya merupakan
jenis endemik Kelimutu yaitu utaonga (Begonia
kelimutuensis) dan turuwara (Rhondodenron renschianum). Beberapa flora lain
yang ada di Taman Nasional Kelimutu antara lain ajang kode (Toona spp.), cemara
(Casuarina equisetifolia), kawah (Anthocephalus cadamba), kesambi (Schleichera
oleosa), kesi (Canarium spp.), kodal (Diospyros ferra), sita (Alstonia scholaris),
danmasih banyak lagi lainnya.
Gambar 5. Gerbang Selamat Datang dan Arboretum Taman Nasional Kelimutu
Tumbuhan
endemik Kelimutu Begonia kelimutuensis, baru ditemukan oleh tim dari Pusat
Penelitian Biologi LIPI (Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia) yang melaksanakan kajian
di kawasan ini di tahun 2007 lalu. Ironisnya, justru setelah dinyatakan sebagai
flora endemik
Kelimutu, spesies ini malah jadi buruan pihak - pihak yang tak bertanggung
jawab untuk diperdagangkan sebagai komoditi eksotis hingga mengakibatkan
keberadaannya dalam alam makin langka dan terancam.