Minggu, 08 Januari 2017

" PESONA DANAU KALIMUTU "

Gambar 1. Peta Lokasi Danau Kelimutu.
Adapun yang dimaksud dengan Danau Kelimutu adalah tiga serangkai danau yang terletak dekat puncak Gunung Kelimutu di Pulau Flores. Danau ini berada di Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ketiga danau ini dijuluki pula Danau Tiga Warna karena mempunyai warna yang berbeda - beda, yang masing - masing dapat berubah warna dari waktu ke waktu. Ketiga danau itu adalah:1)Tiwu Ata Polo , 2) Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai, dan 3) Tiwu Ata Mbupu. Danau ini berjarak sekitar 54 km dari kota Ende.
Danau Kelimutu termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kelimutu yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.679/Kpts-II/1997, tanggal 10 Oktober 1997, yang luas wilayahnya sekitar 5.356,50 ha. Topografi taman nasional ini bervariasi mulai dari bergelombang ringan sampai berat, berbukit – bukit sampai bergunung-gunung dengan tingkat kemiringan lereng yang sangat terjal dan curam. Secara umum, ketinggian kawasan Taman Nasional Kelimutu berkisar antara 1.500 - 1.731 mdpl (m di atas permukaan laut). Gunung Kelimutu termasuk gunung api tipe stratovolcano yang berbentuk kerucut, dengan puncak 1.639 m di atas permukaan laut, terakhir kali erupsi pada tahun 1968.
 Gambar 2. Gunung Kelimutu dengan latar depan Danau Tiga Warna:1) Tiwu Ata Polo; 2) Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai; 3) Tiwu Ata Mbupu.
Danau Kelimutu yang terletak di lereng gunung ini berada pada ketinggian yang berkisar 1.354 –1.394 mdpl (meter di atas permukaan laut), tergolong dalam danau kawah (crater lake) yang merupakan hasil dari  aktivitas vulkanik. Istilah “Kelimutu” itu sendiri berasal dari bahasa penduduk setempat, “keli” bermakna gunung api, dan “mutu” bermakna mendidih. Istilah ini menunjukkan bahwa Gunung Kelimutu dipercaya oleh masyarakat setempat mempunyai kekuatan magis yang dahsyat.

Danau Kelimutu pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh van uchtelen pada tahun 1915 yang menyebutkan terdapatnya tiga danau di Gunung kelimutu yang berbeda warna airnya: merah, putih, dan biru. Semula laporan itu diragukan, karena bagaimana bisa seperti warna bendera Belanda, benderanya rezim pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa saat itu. Namun perlahan keberadaan danau ini makin  diakui, dan semakin populer setelah seorang pelukis Belanda, Y. Bouman, mengangkatnya dalam lukisannya yang mengagumkan di tahun 1929. Sejak kala itu Danau Kelimutu menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi, bukan hanya bagi para pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka dan mempesona itu. 

Masyarakat setempat menamai ketiga Danau Kelimutu itu dengan nama- nama yang dikaitkan dengan kepercayaan magis yang terkait dengan danau itu. Danau “Tiwu Ato Polo” merupakan tempat berkumpulnya arwah orang yang telah meninggal yang selama hidupnya selalu melakukan kejahatan. Danau “Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai” merupakan tempat berkumpulya arwah muda-mudi yang telah meninggal, sedangkan Danau “Tiwu Ata Mbupu” dipercaya merupakan tempat berkumpulnya arwah orang tua yang telah meninggal. Ketiga danau itu mempunyai warna yang berbeda, tetapi warna danau – danau itu tidak selalu tetap, karena masing-masing dapat berubah seiring perjalanan waktu.
 
Danau yang paling dalam adalah Tiwu Nuwa Muri Kooh Fai yakni 127 m, berdampingan dengannya adalah Tiwu Ato Polo dengan kedalaman 64 m. Kedua danau ini terpisah oleh sekat yang sangat tipis dengan dinding setinggi 50-75 m dengan lereng dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Meskipun demikian kedua danau ini mempunyai karkateristik hidrotermal dan geokimia yang berbeda tercermin pula dari warna airnya yang berbeda. Tipisnya sekat antara kedua danau ini menimbulkan kekhawatiran pada beberapa kalangan ilmuwan akan kemungkinan runtuhnya dinding pemisah itu bila terjadi gempa yang kuat, yang bisa berakibat bercampurnya air dari kedua danau itu. Danau yang ketiga,
Tiwo Ata Mbupu mempunyai kedalaman 67 m.

Perubahan warna Danau Kelimutu memang masih menyisakan misteri yang belum sepenuhnya terungkap secara ilmiah. Tetapi bagi masyarakat adat suku Lio yang bermukim di sekitar Danau Kelimutu, perubahan warna itu mempunyai makna magis yang dipercaya memberi pertanda akan terjadinya suatu peristiwa penting, misalnya akan terjadi bencana seperti perang, kekekeringan, kelaparan, gempa, wabah penyakit. Terkait dengan kepercayaan itu maka masyarakat adat suku Lio pada saat - saat tertentu melakukan ritual adat berupa persembahan sesajian untuk arwah-arwah penghuni danau yang dipandang sakral itu. Upacara adat mempersembahkan sesajian itu disebut upacara Pati Ka Du’a Batu Ata Mata. Belakangan ini acara ritual itu sudah dikemas untuk dapat pula menjadi atraksi wisata.  
 
Gambar 3. Upacara Pati Ka Du’a Batu Ata Mata oleh masyarakat adat suku
Lio untuk mempersembahkan sesajian bagi para arwah penunggu Danau Kelimutu.
Kunjungan wisata ke Danau Kelimutu memang menjadi salah satu andalan dalam kepariwisataan di kawasan ini. Dengan makin meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara, maka potensi dampak lingkungannya pun meningkat. Salah satu masalah adalah sampah dari pengunjung dan pedagang asongan yang belum terkelola dengan baik. Namun di samping itu, ada pula nilai positif di masyarakat lokal yang bisa ikut menyelamatkan kawasan taman nasional ini. Di sana ada hukum adat yang melarang jual beli tanah di sekitar taman nasional. Bila dilanggengkan, kearifan lokal (local wisdom) itu bisa membantu mencegah perubahan peruntukan lahan untuk menjadi bangunan komersial seperti hotel dan resor. Dengan kata lain, kearifan itu dapat membantu menyelamatkan danau.
 Gambar 4. Tumbuhan endemik Taman Nasional Kelimutu. Kiri: Ota Unga (Begonia kelimutuensis). Kanan: Turuwara (Rhododendron renschianum).
 
Danau Kelimutu bukan satu - satunya objek menarik di Taman Nasional Kelimutu. Flora di kawasan Nasional Kelimutu, terdapat sekitar 100 spesies, dua diantaranya merupakan jenis endemik Kelimutu yaitu utaonga (Begonia kelimutuensis) dan turuwara (Rhondodenron renschianum). Beberapa flora lain yang ada di Taman Nasional Kelimutu antara lain ajang kode (Toona spp.), cemara (Casuarina equisetifolia), kawah (Anthocephalus cadamba), kesambi (Schleichera oleosa), kesi (Canarium spp.), kodal (Diospyros ferra), sita (Alstonia scholaris), danmasih banyak lagi lainnya.

 Gambar 5. Gerbang Selamat Datang dan Arboretum Taman Nasional Kelimutu
Tumbuhan endemik Kelimutu Begonia kelimutuensis, baru ditemukan oleh tim dari Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia) yang melaksanakan kajian di kawasan ini di tahun 2007 lalu. Ironisnya, justru setelah dinyatakan sebagai flora endemik Kelimutu, spesies ini malah jadi buruan pihak - pihak yang tak bertanggung jawab untuk diperdagangkan sebagai komoditi eksotis hingga mengakibatkan keberadaannya dalam alam makin langka dan terancam.

Jumat, 26 Oktober 2012

Egoisme Dan Kerusakan Lingkungan

Apa hubungan egoisme dengan kerusakan lingkungan? Ada! egoisme dan ketidakpedulian kita adalah penyebab timbulnya segala permasalahan lingkungan yang kita alami hari ini.
Banyak dari kita yang hanya meemikirkan kenyamanan pribadi tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada lingkungan di sekitar kita maupun lingkungan global secara keseluruhan. Hanya karena merasa punya uang, kita tidak mengindahkan peringatan dan himbauan untuk melakukan pengheematan energi.
“Ah, saya mampu membayar berapapun tagihan listrik yang ada. Jadi terserah saya dong untuk memakai listrik sesuka hati saya. Saya sanggup membeli BBM berapapun yang saya mau, jadi terserah saya dong mau beli mobil yang borosnya kayak apa.”
Renungkanlah: Berapa banyak energi dan sumber daya yang harus terbuang sia-sia hanya karena orang-orang ingin menikmati kenyamanan yang sesungguhnya tidak benar-benar mereka perlukan. Berapa banyak energi dan sumber daya yang terbuang sia-sia hanya karena mereka ingin terlihat tampil bergengsi.
Orang-orang seringkali membeli hal-hal yang tidak mereka perlukan, mengganti barang-barang yang semestinya masih bisa digunakan hanya karena alasan bosan. Kita tidak pernah memikirkan berapa banyak tenaga dan sumber daya planet ini yang rusak untuk memenuhi kebutuhan egois kita tersebut.
Camkanlah satu hal: Uang Anda memang bisa membeli berliter-liter BBM, tetapi uang tersebut tidak dapat mengembalikan tiap liter BBM yang telah Anda ambil dari alam butuh jutaan tahun untuk menghasilkan BBM yang Anda nikmati tersebut.
Janganlah memikirkan kenyamanan hidup Anda sendiri. Setidaknya pikirkanlah keadaan generasi penerus Anda, mereka harus menjalani hidupnya dengan segala sumber daya yang sangat terbatas karena ulah orang tua, kakek nenek, dan nenek moyangnya di masa lalu.
Lalu Anda akan berpikir, tetapi bukankah kita memiliki energi alternatif seperti bio fuel, hidrogen, dan lain-lain? Tetap saja semua itu tidak gratis, selalu ada yang harus dikorbankan. Bio fuel menyebabkan kerusakan lingkungan karena penanaman tanaman bahan bakar tersebut membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Hidrogen maasih mahal dan belum dapat diproduksi dengan efisien. Bagaimana seandainya planet kita sudah hancur duluan sebelum kita dapat menikmati semua kenyamanan teknologi tersebut? Saat ini kita berpacu dengan waktu.
Begitu banyak orang di belahan dunia lainnya yang sangat membutuhkan tiap tetes BBM yang kita nikmati, tiap tetes air bersih yang kita nikmati, dan hal-hal mendasar lainnya untuk mendukung kehidupan mereka. Berrhematlah dalam segala bentuk yang Anda bisa. Lakukanlah untuk dunia, lakukanlah untuk generasi penerus Anda.